Nasihat memiliki tempat yang penting dalam agama Islam. Memberi nasihat
dapat memantapkan persaudaraan di antara umat Islam. Terlebih, bila
nasihat yang disampaikan seorang Muslim semata-mata hanya karena Allah
dan muncul sebagai wujud kasih sayang terhadap saudaranya.
Tak
heran jika Nabi Muhammad SAW menjadikan nasihat sebagai tiang agama
sekaligus barometer dalam melaksanakan agama. Tamim ad-Dari RA
meriwayatkan bahwa Rasulullah SAW bersabda, ''Agama itu nasihat.'' (HR
Bukhari dan Muslim).
Rasulullah SAW senantiasa memberikan nasihat
dan wasiat kepada para sahabat dan umatnya. Syekh Mahmud al-Mishri
dalam Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, mengungkapkan, secara bahasa
nasihat diambil dari kata an-nashihah. Ibnu Manzur menjelaskan,
nashahasy-syai berarti ''sesuatu itu murni''.
An-Nashih artinya
sesuatu yang murni dari amal dan lainnya. Sedangkan an-Nush artinya
ikhlas dan jujur di dalam musyawarah dan amal. Menurut Ibnu Atsir,
nasihat adalah kata yang dioergunakan untuk mengungkapkan keinginan yang
baik bagi orang yang dinasihati.
''Nasihat adalah mengajak orang
lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan
melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan,'' papar ahli
bahasa dari abad ke-11 M, Abu Bakr Abd ul Qahir ibnu Abdur-Rahman
al-Jurjan. Nasihat itu tentunya mencakup Allah SWT, rasul-Nya,
Kitab-Nya, para pemimpin umat dan kaum Muslimin secara umum.
Sebuah
nasihat haruslah disampaikan sebagai bentuk rasa cinta yang murni
kepada orang lain, tentunya lewat pesan-pesan yang mengantarkan orang
lain menuju kepada kemaslahatan. Menurut Dr Muhammad al-Hasyimi, sekecil
apapun nasihat yang disampikan bernilai mulia di hadapan Allah.
Dalam
sebuah hadis Nabi SAW bersabda, ''Agama adalah ketulusan (nashihah).''
Kami bertanya, ''Kepada siapa?'' Beliau bersabda, ''Kepada Allah,
Kitab-Nya, Rasul-Nya, para pemimpin Muslim dan masyarakat umum.'' (HR
Muslim). Menurut Syekh al-Mishri, memberi nasihat termasuk sifat para
nabi. Sebab, para nabi tak pernah bosan untuk memberi nasihat kepada
kaumnya untuk beriman.
Agar saat menyampaikan nasihat menuju
kebenaran dapat tersampaikan dengan baik, seorang Muslim perlu
memperhatikan etika memberi nasihat kepada orang di sekeliling kita.
Lantas apa saja adab memberi nasihat itu? Syekh al-Mishri mengungkapkan
ada beberapa etika dalam memberi nasihat kepada orang lain:
Pertama,
niat tulus hanya karena Allah SWT. Pemberi nasihat hanya mengharapkan
ridha Allah dan balasan di akhirat. Ia menyampaikan nasihat bukan karena
ingin mendapatkan keuntungan duniawi, riya (ingin dipuji orang lain)
dan sum'ah (menceritakan kebaikannya kepada orang lain).
Kedua,
berdasarkan ilmu. Memberi nasihat dengan ilmu merupakan sebuah keharusan
dalam arti menguasai materi yang akan dinasihatkan. Tanpa didasari
ilmu, bisa jadi seseorang akan menasihati dengan hal-hal yang munkar dan
justru melarang yang makruf (baik).
Ketiga, berhias diri
dengan akhlak lemah lembut. Pemberi nasihat wajib memiliki akhlak yang
lemah lembut dan santun dalam menyampaikan nasihat. Hal ini
diperintahkan Allah SWT kepada Nabi Musa AS dan Harun AS saat berdakwah
kepada Firaun. ''Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan
kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.'' (QS
Thaha:44).
Keempat, memilih cara yang tepat. Cara memberi nasihat
berbeda-beda sesuai dengan situasi, kondisi dan kepribadian seseorang.
Dalam banyak keadaan, manusia justru membutuhkan nasihat melalui
keteladanandari seorang figur. Menasihati anak-anak berbeda dengan
menasihati orang dewasa.
Kelima, tidak bertujuan mencela atau
menyebarkan keburukan. Keenam, nasihat meliputi urusan agama dan dunia.
Ketujuh, menasihati secara rahasia. Kedelapan, si pemberi nasihat wajib
bersabar bila orang itu tidak bersedia menerima nasihatnya.
Syekh
al-Mishiri, mengingatkan bahwa nasihat yang paling utama adalah nasihat
untuk diri sendiri. ''Dia harus menasihati diri sendiri sebelum
menasihati orang lain,'' tuturnya. Mereka yang menipu dirinya sendiri,
tidak bisa diharapkan dapat menasihati orang lain. Allah SWT mencela
orang-orang yang memerintahkan kebaikan kepada orang lain, namun dia
sendiri tidak melaksanakannya.
''Wahai orang-orang yang beriman!
Mengapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? (Itu)
sangatlah dibenci di sisi Allah jika kamu mengatakan apa-apa yang tidak
kamu kerjakan.'' (QS ash Shaff: 2-3).
Nasihat yang disampaikan
dengan tulus, papar Syekh al-Mishri, dapat berpengaruh besar terhadap
diri seseorang dan mendorongnya untuk melaksanakan nasihat yang
diterimanya. Pada akhirnya, nasihat atau wasiat akan menjadi bagian
takwa, mengingat kebenaran dan berpikir.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar