Ibarat
menanam sebuah benih, kebohongan akan menjadi pohon yang berbuah lebat,
dan menghasilkan benih-benih lain yang akan menumbuhkan pohon
kebohongan yang lain. Ini mungkin sedikit menggambarkan, bahwa sebuah
kebohongan tidak akan berhenti pada kebohongan saat itu saja, atau pada
orang yang kita jumpai saat itu, tetapi kebohongan akan menyebar pada
orang-orang yang sebenarnya tidak bisa diprediksi dan bergulir
seterusnya.
Berawal
dari pengalaman pribadi, bagaimana sebuah siklus kebohongan itu tidak
akan terputus dan tak akan berhenti bergulir saat itu saja. Dia tidak
bisa diprediksi siapa saja yang akan mengecap kebohongan itu. Ada
baiknya, anda membaca ilstrasi nyata yang saya alami dibawah ini.
Berawal
dari telpon sebuah perusahan yang besar, yang memanggil untuk
wawancara. Saat itu saya adalah seorang executive office di sebuah
perusahaan asing. Tetapi karena tidak terlalu suka dengan pekerjaan yang
lebih banyak berhubungan dengan laporan dan computer, sehingga saya
berniat untuk mencari pekerjaan lain yang lebih manusiawi (maksudnya
lebih banyak berhubungan dengan manusia, karena latar belakang saya
adalah psikologi).
Hari
itupun tiba, sebuah perusahaan besar menelpon untuk wawancara esok
hari. Saya sudah siap untuk wawancara, mungkin karena saya sering
menjadi interviewer sebelumnya pada seleksi-seleksi, sehingga interview
adalah hal yang biasa. Yang menjadi masalah secara pribadi adalah,
bagaimana meminta izin kepada atasan untuk mengikuti wawancara pada pada
perusahaan lain. Bukan karena atasan tidak akan memberikan izin, karena
saya tahu, atasan saya saat ini sangat percaya pada saya, tetapi karena
atasan saya adalah seorang yang sangat saya hormati, dan tidak ingin
mengecewakannya.
Akhirnya
saya pun minta izin dengan alasan ketemu teman di perusahaan lain. Saya
sadar, bahwa saya sudah berbohong, tetapi karena alasan saya tidak
terlalu meleset, yaitu teman pewawancara (walaupun tidak kenal), dan
lagian yang saya bohongi hanya satu orang, yaitu atasan saya.
Sayapun memulai aksi, meninggalkan ruangan. Teman-teman kantor yang saya lewati bertanya, Pak Ardi mau kemana? Karena segan ketahuan sama manager, saya pun mengatakan “ingin ketemu teman di perusahaan A”. saya sadar, saya sudah membohongi beberapa orang teman kantor. Lanjut ke lantai dasar, security pun bertanya “Pak Ardi mau kemana?”, ya sama saja, saya ingin ketemu teman di perusahaan A,
saya takut jangan sampai ada yang mendengar jika mau wawancara ditempat
lain. Saya sadar, sudah lebih dari sepuluh orang yang saya bohongi,
baru sampai di pos security, berarti dosanya juga sudah berlipat 10kali
lebih, ini diluar perkiraan saya. Ternyata, sepeninggal saya dikantor
banyak kolega yang mencari dan meminta laporan yang urgent. Teman-teman
yang lain mengatakan saya sedang keluar, ketemu temannya di perusahaan
A, ini berarti bahwa kebohongan saya sudah berbuah dan menghasilkan
kebohongan yang serupa.
Ini
adalah contoh ilustrasi nyata, bagaimana sebuah kebohongan,
menggelinding tidak terprediksi seperti apa yang kita pikirkan
sebelumnya. Jadi kebohongan yang kita anggap kecil akan menjadi besar,
sebanyak orang yang mendengarnya, dan akan menyebar lagi entah sampai
kapan.
Bagaimana
dengan sebuah kebohongan yang mengatasnamakan sebuah kepercayaan,
ajaran, atau agama? Itu adalah sebuah kebohongan yang tidak akan hilang
selagi ajaran, kepercayaan dan agama itu masih ada. Jadi, hati-hatilah
berkata, apalagi mengatasnamakan sebuah ajaran, kepercayaan dan agama
tertentu. Bisa jadi anda akan membohongi seluruh isi bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar