Jumat, 27 Januari 2012

Afriyani Susanti Di Balik Tulisan Tangannya

Dok. Intisari

Tulisan tangan Afriyani Susanti.
Intisari-Online.com - Di balik kehebohan tragedi Tugu Tani, peristiwa kecelakaan mobil yang menewaskan 9 orang sekaligus, banyak orang yang berspekulasi mengenai sosok Afriyani Susanti. Responnya yang terkesan "dingin" menimbulkan banyak hujatan terhadap dirinya sekaligus pertanyaan. “Masihkah Afriyani Susanti memilik perasaan sebagai seorang manusia?” Melalui tulisan tangan Afriyani, Deborah Dewi (@deborahdewi) - ahli grafologi - mencoba menelaah sosok asli Afriyani.
Pada waktu tulisan ini dibuat, di balik ekspresinya yang tenang dan datar, faktanya saat ini Afriyani sedang mengalami tekanan emosional yang cukup hebat. Namun ia berhasil menutupi hal itu dengan sangat baik. Sebagai individu yang tidak ekspresif, Afriyani bukannya tidak memiliki perasaan seperti yang diduga oleh banyak orang. Fakta yang terungkap dari tulisan tangannya menginformasikan bahwa ternyata ia adalah individu yang represif. Dengan kata lain, Afriyani bahkan cenderung selalu menekan perasaannya, menyimpannya untuk diri sendiri, dan memilih untuk tidak menunjukkannya kepada orang lain.
Semua orang yang memiliki kemiringan tegak dalam tulisan tangannya atau dalam dunia grafologi dikenal dengan istilah vertical slant (a) juga akan melakukan hal yang sama dalam hal mengekspresikan emosi atau perasaannya kepada orang lain. Afriyani akan selektif dan hanya menunjukkan perasaan yang sebenarnya kepada orang-orang yang dapat dipercayainya, ketika dia merasa nyaman dengan lingkungan atau orang-orang tersebut.
Emosi yang tidak stabil, berlebihan, dan tidak berpikir panjang. Tiga hal tersebut sangat kuat “disuarakan” oleh tulisan tangan Afriyani. Garis dasar tulisannya yang tidak beraturan dalam tulisan tangannya (b) menunjukkan perilaku emosi yang tidak stabil. Hal ini mengakibatkan ia mengalami perubahan emosi yang naik turun atau sering kita kenal dengan istilah moody. Dengan adanya penggunaan huruf kapital yang tidak pada tempatnya, ia juga merespon sebuah situasi dengan kadar yang berlebihan.

Dua faktor tersebut mengakibatkan Afriyani memiliki emosi yang fluktuatif. Terlalu sedih, terlalu marah, atau terlalu senang semuanya serba “terlalu” dan bahkan bisa berubah-ubah hanya dalam hitungan hari atau bahkan jam. Namun karena ia tergolong dalam individu yang represif, tidak mengekspresikan emosinya secara langsung, kecenderungannya dia jadi mencari  “alternatif” lain untuk mengekspresikan perasaannya. Melampiaskannya pada narkoba misalnya. Dominasi zona tengah dalam tulisan tangannya (d) mencerminkan fokus hidup penulis yang terletak hanya pada hari ini saja. Sehingga  penulis tidak memiliki pertimbangan jangka panjang dalam setiap keputusan yang diambilnya.
Beberapa faktor tadi adalah gambaran di balik mengapa Afriyani tidak berpikir panjang dalam bertindak sehingga peristwa tragedi Tugu Tani tersebut menjadi puncak dari tekanan emosi yang dialaminya. Hanya sayang “diekspresikan” dengan cara yang tidak bijak yaitu konsumsi alkohol dan narkoba.

Analisis tulisan

sumber:intisari

1 komentar:

  1. terkadang saya ingin belajar membaca tulisan seperti ahli grafologi, hanya sekedar menjadi ilmu pengetahuan.. Karena saya senang menerka-nerka karakter orang

    BalasHapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...